Kondisi Terakhir Mantan Presiden Soeharto

Nasional / 8 January 2008

Kalangan Sendiri

Kondisi Terakhir Mantan Presiden Soeharto

Puji Astuti Official Writer
5468

Memasuki hari kelima, kondisi kesehatan mantan Presiden Soeharto kembali menurun dibandingkan sehari sebelumnya. Kemunduran tersebut seperti menurunnya produksi urine, penumpukan cairan di paru-paru bertambah serta dijumpai tanda-tanda adanya perdarahan melalui urine dan feses, sehingga hemoglobin (Hb) turun menjadi 7,6 gram persen.

Kemunduran kesehatan Soeharto itu diumumkan Ketua Tim Dokter Kepresidenan, Mardjo Soebiandono di Jakarta, Selasa (8/1).

"Pagi ini telah dilakukan pemeriksaan Tissue Doppler Imaging ( TDI), yang memperlihatkan disinkronisasi pergerakan otot jantung dan tidak bergeraknya salah satu segmen otot jantung," ujarnya.

"Dari hasil pemeriksaan tadi kita perlihatkan bahwa memang ada kelainan pada jantung. Kalau penyebab pendarahan sedang dicari," kata Mardjo.

Menurut ahli jantung dari RS Harapan Kita, Ismoyo Suni, mengatakan CRT adalah teknologi untuk memacu jantung kanan dan kiri agar mempunyai pergerakan yang sama. Tindakan CRT dilakukan karena pergerakan jantung kiri dan kanan Soeharto saat ini tidak sinkron.

Mardjo menambahkan, hari ini direncanakan transfusi darah kembali dilakukan sebanyak 300 cc. Pada Senin (7/1) malam, transfusi darah sudah dimasukkan sebanyak 200 cc. Sementara urine Soeharto di bawah normal yakni hanya 13 cc/jam. Dengan berat badan 75 kilogram, maka urine seharusnya 75 cc/jam atau 300 cc/hari.

Dikatakan, karena kondisi Soeharto masih labil dan memerlukan monitoring intensif maka untuk sementara waktu kunjungan terhadap Soeharto tidak dapat dilakukan.

Terkait dengan proses pengadilan kasus korupsi dan tindakan kejahatan yang dilakukan Soeharto, banyak opini yang menyatakan bahwa sidang pengadilan harus tetap dilaksanakan. Anggota Badan Pekerja Indonesia Corruption Watch (ICW), Adnan Topan Husodo mengatakan kalau Soeharto sakit permanen, mantan penguasa Orde Baru itu harus tetap diadili secara in absentia. Hal ini dilakukan untuk menjelaskan statusnya secara hukum, supaya harta negara yang dikorupsi segara diambil.

Senada dengannya, Ketua Badan Pengurus Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Patra M Zen mengatakan Indonesia seharusnya belajar dari Korea Selatan yang berani menghukum dua mantan presiden, meskipun kemudian mengampuninya.

"Pengampunan tanpa pengadilan berakibat merusak keadilan. Impunitas semper ad deteriora invitat. Impunitas selalu menimbulkan kejahatan yang lebih besar lagi," kata dia.

Gus Dur pun mengungkapkan hal senada saat menjenguk mantan orang nomor satu di Indonesia ini. "Harus dilanjutkan dan diperiksa oleh pengadilan. Setalah diperiksa, nanti terserah kita mau diampuni atau tidak," kata Gus Dur di RS Pusat Pertamina, Jalan Kiai Maja, Jakarta, Minggu (6/1/2008).

Dia menjelaskan, upaya hukum ini bukan untuk menyakiti panguasa orde baru ini. "Tapi ini bukan untuk meyakinti loh ya," paparnya.

Semoga keadilan dapat ditegakkan dibangsa Indonesia, jadi saat pengampunan diberikan, kasih dan keadilan itu dapat bertemu. Namun hal tersebut menuntut kerelaan dari rakyat Indonesia untuk berkorban sehingga tidak menuntut balas menurut keadilan manusia. Tapi mengijinkan keadilan Tuhan berlaku, dan kasih Tuhan memberikan pengampunan. Semoga Soeharto dapat merasakan kasih dan pengampunan Tuhan itu dan dapat menemukan jalan kebenaran di akhir kehidupannya.

Sumber : Berbagai sumber
Halaman :
1

Ikuti Kami